MAKALAH
KEMANDIRIAN PADA REMAJA
MATA KULIAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
DISUSUN OLEH :
DIAN INDRAWATI (156150607111008)
DILLA PRASIDYASTUTI (156150600111010)
HANIF AULIA KUSUMA (156150607111006)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kami sadar
bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami selalu membuka diri
akan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca untuk melengkapi makalah ini.
Kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan
dapat sedikit mewujudkan pengetahuan di dalam makalah ini.
Malang, 19 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan
kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia.
Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik,
yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan
kognitif yang memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari
tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan
orangtua danaktivitas individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk
mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atau tanggung jawabnya sendiri tanpa
banyak menggantungkan diri pada orang lain.
Kemandirian
muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan diri pada posisi yang
menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg (1993), kemandirian
berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk
memperoleh kemandirian
1.2
Rumusan Masalah
1.
Pengertian kemandirian
2. Bentuk-bentuk
kemandirian
3.
Tahapan, Tingkatan dan karakteristik kemandirian
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
5.
Pentingnya Kemandirian bagi peserta didik
1.3
Tujuan
1. Agar
pembaca mengetahui apa arti kemandirian
2. Agar
pembaca mengetahui tentang bentuk-bentuk kemandirian
3. Agar
pembaca mengetahui tahapan, tingkatan dan karakteristik kemandirian
4. Agar
pembaca mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
5. Agar
pembaca mengetahui pentingnya kemandirian bagi peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kemandirian
Istilah
“kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”, kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena
kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu
sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti
dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan
kemandirian adalah autonomy.
Menurut
Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk
menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya
sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan otonomi atau
kemandirian sebagai “the ability to
govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and
responssibly while overcoming feelings of shame and doubt.”
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri
untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
Erikson (dalam Monks, dkk, 1989),
menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan
maksud untuk menemukan dirinya melalui proses menari identitas ego, yaitu
merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.
Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif
dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri,
membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada
pengaruh dari orang lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi di mana
peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan
keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan
lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
·
Suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing
untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
·
Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi
·
Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
·
Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya
2.2 Bentuk-bentuk Kemandirian
Robert Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas tiga
bentuk kemandirian, yaitu:
·
Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain
·
Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain
·
Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi
·
Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain
Sementara
itu, Steinberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tida bentuk,
yaitu: 1) Kemandirian emosional, 2) Kemandirian tingkah laku, 3) Kemandirian
nilai. Lengkapnya, Steinberg menulis:
The
first emotional autonomy-that aspect of independence related to changes in the
invididual’s close relationships, especially with parents. The second
behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow
through with them. The third characterization involves an aspect of
independence referred to as value autonomy-wich is more than simply being able
to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a
set a principles about right and wrong, about what is important and what is
not.
Kutipan
di atas menunjukkan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu:
1.
Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang
menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti
hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orangtuanya.
2.
Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara
bertanggung jawab.
3.
Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat
prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak
penting.
2.3 Tahapan, Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai suatu
dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan.
Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan
tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata,
1988), mengamukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:
1.
Tingkat pertama, adalah tingkat
impulsif dan melindungi diri. Biasanya pada usia 0 sampai 2 tahun. Sampai usia
dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya, mengembangkan gerak
gerik fisik dan memulai proses bicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung
pada orangtua atau dewasa lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Ciri-cirinya:
-
Peduli terhadap kontrol dengan keuntungan yang dapat
diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
-
Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik.
-
Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir
tertentu (stereotype).
-
Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
-
Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
2.
Tingkat kedua, adalah tingkat
konformistik. Biasanya pada usia 2 sampai 6 tahun. Pada masa ini anak mulai
belajar untuk menjadi manusia sosial dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan
otoonominya seiring dengan bertambahnya berbagai kemampuan dan keterampilan
seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang dan berkata-kata.
Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air
besar. Ciri-cirinya:
-
Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
-
Cenderung berpikir stereotype
dan klise.
-
Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
-
Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh
pujian.
-
Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya
introspeksi.
-
Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
-
Takut tidak diterima kelompok.
-
Tidak sensitif terhadap keindividualan.
-
Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3.
Tingkat ketiga, adalah tingkat
sadar diri. Biasanya pada usia 6 sampai 12 tahun. Pada masa ini anak belajar
untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung
jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran
merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri.
Ciri-cirinya:
-
Mampu berpikir alternatif.
-
Melihat harapan dan berbagi kemungkinan dalam situasi.
-
Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
-
Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
-
Memikirkan cara hidup.
-
Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4.
Tingkat keempat, adalah tingkat
saksama (conscientious). Biasanya pada umur 12 sampai 15 tahun. Pada usia ini
anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP), Masa ini merupakan
masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui
proses penarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab
dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan. Ciri-cirinya:
-
Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
-
Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
tindakan.
-
Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri
sendiri maupun orang lain.
-
Sadar akan tanggung jawab.
-
Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
-
Peduli akan hubungan mutualistik.
-
Memiliki tujuan jangka panjang.
-
Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
-
Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5.
Tingkat kelima, adalah tingkat
individualitas. Biasanya pada usia 15 sampai 18 tahun. Pada usia ini anak
sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses
pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menegahnya mereka
akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru
menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan
dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada
orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak
untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan.
Ciri-cirinya:
-
Peningkatan kesadaran individualitas.
-
Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan.
-
Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang
lain.
-
Mengenal eksistensi perbedaan individual.
-
Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam
kehidupan.
-
Membedalam kehidupan internal dengan kehidupan luar
dirinya.
-
Mengenal kompleksitas diri.
-
Peduli akan perkembagan dan masalah-masalah sosial/
6.
Tingkat keenam, adalah tingkat
mandiri. Biasanya pada usia 18 sampai 21 tahun atau bahkan lebih. Dalam tahapan
ini mereka sudah mulai memiliki pandangan hidupnya dengan matang. Mereka sudah
benar-benar mampu mandiri pada tahapan ini. Ciri-cirinya:
-
Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
-
Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri
sendiri dan orang lain.
-
Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan
sosial.
-
Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
-
Toleran terhadap ambiguitas.
-
Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
-
Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
-
Responssif terhadap kemandirian orang lain.
-
Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang
lain.
-
Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan
keceriaan.
2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian merupakan aspek yang
berkembang di dalam diri seseorang, bentuknya beragam karena dipengaruhi oleh
hal yang beragam pula. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian anak dan remaja:
1.
Gen atau keturunan orang tua
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali
menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini
masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan
sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat
orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.
2.
Umur
Anak mulai menampakkan perilaku mandiri pada sekitar usia dua
sampai tiga tahun. Kemandirian pada usia kanak-kanak ditandai dengan adanya
kemampuan anak untuk dapat makan sendiri, berpakaian sendiri dan ke kamar mandi
sendiri. Anak nantinya akan tumbuh menjadi remaja dimana ketika usia remaja
anak berusaha untuk lepas dari pengawasan orang tua dan mulai belajar
memutuskan sendiri apa yang baik untuknya. Jadi dengan bertambahnya umur maka
seseorang akan semakin tidak tergantung kepada orang lain dan mampu secara
mandiri menentukan arah hidupnya sendiri.
3.
Jenis kelamin
Perbedaan perlakuan yang diberikan oleh orang tua menyebabkan
perbedaan terbentuknya kemandirian antara remaja putra dengan remaja putri.
Perbedaan kemandirian remaja putra dan putri juga disebabkan karena adanya
perbedaan stereotipe bahwa remaja putra dan remaja putri memiliki peranan yang
berbeda di masyarakat. Menurut penelitan Kimmel (dalam Soetjipto, 1989)
menunjukkan bahwa masyarakat menganggap remaja putri terlihat kurang mandiri
daripada remaja putra karena remaja putri lebih dipandang lebih bersikap kurang
percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. Berbeda dengan remaja putra
yang dipandang lebih dominan, aktif, lebih percaya diri dan ambisius. Jadi
perbedaan perlakuan dan stereotipe antara peran pria dan wanita di dalam
kehidupan bermasyarakat membuat perbedaan dalam perkembangan kemandirian antara
anak laki-laki dan perempuan.
4.
Pola asuh orang tua
Cara orang tua yang mengasuh atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak
melarang atau mengeluarkan kata “jangan“ kepada anak tanpa disertai penjelasan
yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang
tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat
mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung
sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan
berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
5.
Sistem pendidikan di sekolah
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengem-bangkan
demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa
argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga,
proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau
hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian
anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya
penghargaan terhadap potensi anak, pemberianreward, dam penciptaan kompetisi positif akan
memperlancar perkembangan kemandirian anak.
6.
Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang
terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau
mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam kegiatan
produtif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya,
lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk
berba-gai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong
perkembangan kemandirian anak.
2.4
Pentingnya Kemandirian bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian dari peserta didik ini dipengaruhi
juga dengan semakin kompleksnya kehidupan yang tentunya juga berpengaruh pada
perkembangan peserta didik. Pengaruh buruk sudah banyak sekali masuk dan
membawa dampak buruk bagi peserta didik, seperti tawuran, seks bebas, narkoba,
alkohol, dan lain-lain.
Selain perilaku menyimpang tadi, dewasa ini kerusakan moral
pun terjadi seperti budaya mencontek, kurang peka terhadap lingkungan,
ketergantungan dan sebagainya. Ini semua tentunya patut menjadi perhatian
dunia. Dan solusi yang tepat adalah menanamkan sikap kemandirian pada diri
peserta didik.
Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk ditanamkan.
Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk ditanamkan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemandirian
adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan
dirinya melalui proses mencari identitas dan juga merupakan perkembangan kearah
individualitas yang mantap dan berdiri sendiri.
Perkembangan
kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat
perkembangan kemandirian. Karakteristik kemandirian terdiri atas tiga bentuk,
yaitu kemandirian emosional; kemandirian tingkah laku; dan kemandirian nilai.
Referensi
:
Desmita.2014.
Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Online.
http://asyamforex.blogspot.co.id/2012/12/perkembangan-kemandirian-peserta-didik.html. Diaskes pada
tanggal 19 November 2015