| Thursday 19 November 2015
MAKALAH
KEMANDIRIAN PADA REMAJA


MATA KULIAH
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

DISUSUN OLEH :
DIAN INDRAWATI                (156150607111008)
DILLA PRASIDYASTUTI    (156150600111010)
HANIF AULIA KUSUMA     (156150607111006)




UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kami sadar bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami selalu membuka diri akan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca untuk melengkapi makalah ini.
            Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan dapat sedikit mewujudkan pengetahuan di dalam makalah ini.
           
                                                           
                                                                                    Malang, 19 November 2015
                                                                                                Penyusun











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran logis tentang cara berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orangtua danaktivitas individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atau tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain.
            Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg (1993), kemandirian berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk memperoleh kemandirian
1.2 Rumusan Masalah
            1. Pengertian kemandirian
            2. Bentuk-bentuk kemandirian
            3. Tahapan, Tingkatan dan karakteristik kemandirian
            4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
            5. Pentingnya Kemandirian bagi peserta didik
1.3 Tujuan
            1. Agar pembaca mengetahui apa arti kemandirian
            2. Agar pembaca mengetahui tentang bentuk-bentuk kemandirian
            3. Agar pembaca mengetahui tahapan, tingkatan dan karakteristik kemandirian
            4. Agar pembaca mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
            5. Agar pembaca mengetahui pentingnya kemandirian bagi peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kemandirian
                 Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
              Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responssibly while overcoming feelings of shame and doubt.”
              Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
       Erikson (dalam Monks, dkk, 1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses menari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi di mana peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
·         Suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
·         Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
·         Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
·         Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya

2.2 Bentuk-bentuk Kemandirian

Robert Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas tiga bentuk kemandirian, yaitu:
·         Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain
·         Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain
·         Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
·         Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain
Sementara itu, Steinberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tida bentuk, yaitu: 1) Kemandirian emosional, 2) Kemandirian tingkah laku, 3) Kemandirian nilai. Lengkapnya, Steinberg menulis:
            The first emotional autonomy-that aspect of independence related to changes in the invididual’s close relationships, especially with parents. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow through with them. The third characterization involves an aspect of independence referred to as value autonomy-wich is more than simply being able to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a set a principles about right and wrong, about what is important and what is not.
Kutipan di atas menunjukkan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu:
1.    Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orangtuanya.
2.    Kemandirian tingkah laku, yakni  suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
3.    Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

2.3 Tahapan, Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
     Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengamukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu:
1.    Tingkat pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Biasanya pada usia 0 sampai 2 tahun. Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya, mengembangkan gerak gerik fisik dan memulai proses bicara. Pada tahap ini anak masih sangat bergantung pada orangtua atau dewasa lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Ciri-cirinya:
-       Peduli terhadap kontrol dengan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
-       Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik.
-       Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).
-       Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
-       Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2.    Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Biasanya pada usia 2 sampai 6 tahun. Pada masa ini anak mulai belajar untuk menjadi manusia sosial dan belajar bergaul. Mereka mengembangkan otoonominya seiring dengan bertambahnya berbagai kemampuan dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang, melompat, memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar. Ciri-cirinya:
-       Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
-       Cenderung berpikir stereotype dan klise.
-       Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
-       Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
-       Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
-       Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
-       Takut tidak diterima kelompok.
-       Tidak sensitif terhadap keindividualan.
-       Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3.    Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Biasanya pada usia 6 sampai 12 tahun. Pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri. Ciri-cirinya:
-       Mampu berpikir alternatif.
-       Melihat harapan dan berbagi kemungkinan dalam situasi.
-       Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
-       Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
-       Memikirkan cara hidup.
-       Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4.    Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Biasanya pada umur 12 sampai 15 tahun. Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP), Masa ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri dan melalui proses penarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan. Ciri-cirinya:
-       Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
-       Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
-       Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
-       Sadar akan tanggung jawab.
-       Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
-       Peduli akan hubungan mutualistik.
-       Memiliki tujuan jangka panjang.
-       Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
-       Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5.    Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Biasanya pada usia 15 sampai 18 tahun. Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menegahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan. Ciri-cirinya:
-       Peningkatan kesadaran individualitas.
-       Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
-       Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
-       Mengenal eksistensi perbedaan individual.
-       Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
-       Membedalam kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
-       Mengenal kompleksitas diri.
-       Peduli akan perkembagan dan masalah-masalah sosial/
6.    Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Biasanya pada usia 18 sampai 21 tahun atau bahkan lebih. Dalam tahapan ini mereka sudah mulai memiliki pandangan hidupnya dengan matang. Mereka sudah benar-benar mampu mandiri pada tahapan ini. Ciri-cirinya:
-       Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
-       Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
-       Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
-       Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
-       Toleran terhadap ambiguitas.
-       Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
-       Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
-       Responssif terhadap kemandirian orang lain.
-       Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
-       Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian
       Kemandirian merupakan aspek yang berkembang di dalam diri seseorang, bentuknya beragam karena dipengaruhi oleh hal yang beragam pula. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak dan remaja:
1.    Gen atau keturunan orang tua
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.
2.    Umur
Anak mulai menampakkan perilaku mandiri pada sekitar usia dua sampai tiga tahun. Kemandirian pada usia kanak-kanak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk dapat makan sendiri, berpakaian sendiri dan ke kamar mandi sendiri. Anak nantinya akan tumbuh menjadi remaja dimana ketika usia remaja anak berusaha untuk lepas dari pengawasan orang tua dan mulai belajar memutuskan sendiri apa yang baik untuknya. Jadi dengan bertambahnya umur maka seseorang akan semakin tidak tergantung kepada orang lain dan mampu secara mandiri menentukan arah hidupnya sendiri.
3.    Jenis kelamin
Perbedaan perlakuan yang diberikan oleh orang tua menyebabkan perbedaan terbentuknya kemandirian antara remaja putra dengan remaja putri. Perbedaan kemandirian remaja putra dan putri juga disebabkan karena adanya perbedaan stereotipe bahwa remaja putra dan remaja putri memiliki peranan yang berbeda di masyarakat. Menurut penelitan Kimmel (dalam Soetjipto, 1989) menunjukkan bahwa masyarakat menganggap remaja putri terlihat kurang mandiri daripada remaja putra karena remaja putri lebih dipandang lebih bersikap kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. Berbeda dengan remaja putra yang dipandang lebih dominan, aktif, lebih percaya diri dan ambisius. Jadi perbedaan perlakuan dan stereotipe antara peran pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat membuat perbedaan dalam perkembangan kemandirian antara anak laki-laki dan perempuan.
4.    Pola asuh orang tua
Cara orang tua yang mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan“ kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
5.    Sistem pendidikan di sekolah
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengem-bangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberianreward, dam penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian anak.
6.    Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi anak dalam kegiatan produtif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk berba-gai kegiatan, dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak.
2.4 Pentingnya Kemandirian bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian dari peserta didik ini dipengaruhi juga dengan semakin kompleksnya kehidupan yang tentunya juga berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Pengaruh buruk sudah banyak sekali masuk dan membawa dampak buruk bagi peserta didik, seperti tawuran, seks bebas, narkoba, alkohol, dan lain-lain. 
Selain perilaku menyimpang tadi, dewasa ini kerusakan moral pun terjadi seperti budaya mencontek, kurang peka terhadap lingkungan, ketergantungan dan sebagainya. Ini semua tentunya patut menjadi perhatian dunia. Dan solusi yang tepat adalah menanamkan sikap kemandirian pada diri peserta didik. 
Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. 
Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk ditanamkan.






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas dan juga merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. 
Perkembangan kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian. Karakteristik kemandirian terdiri atas tiga bentuk, yaitu kemandirian emosional; kemandirian tingkah laku; dan kemandirian nilai.

Referensi :
Desmita.2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



1 comments:

  1. Lucky 15 Casino Resort (Salish), MN - Mapyro
    Find 계룡 출장샵 the cheapest and 청주 출장마사지 quickest way 화성 출장마사지 to get from 남양주 출장안마 Lucky 15 Casino 포천 출장마사지 Resort (Salish), MN to Glendale Station in Glendale.

    ReplyDelete

Prev
▲Top▲